Tidak terasa tahun ajaran sudah berganti, sudah waktunya
memasuki bulan suci Ramadhan lagi. Masih ingat Ramadhan tahun lalu? Pertama
kalinya menginjakkan kaki sebagai Smalane (technically, but not official yet),
mengenal sekolah ini untuk pertama kalinya. Rasanya belum lama, tapi juga sudah
lama. Kelas 10 terasa cepat sekali berlalu, tetapi aku juga merasa sudah
menjadi bagian dari Smala dalam waktu yang lama, sampai kurasa tempat ini
merupakan rumah keduaku. Tempatku tumbuh di samping tempat belajar.
I’ll admit one thing. This year is one of the most important
years in my life. Tahun di mana aku membuka mata, belajar, berubah. I feel like
this is my turning point in life. I made crazy decisions, walked through some
kind of storms, saw things through many eyes and perspectives. This year was
really challenging and hard at times, but I’m happy to say that I feel like
finally have found myself. I grew better as I grew bigger. Wiser I suppose, even tho still not wise
enough.
This year I’ve made friends and new families. Met some boys,
got out of weird relationships. Look around and increase my social awareness.
Be passionate with new experiences, be passionate about people. Make peace with
myself.
Sebuah mantra – hasil tidak akan mengkhianati usaha –
merupakan kalimat yang bergema di dinding sekolah setiap harinya. Memang usaha
merupakan faktor besar dari hasil yang akan didapat nantinya, but I’ve learned
that there are more of it than what the words say.
Hasil tidak akan mengkhianati niat.
Hasil merupakan cerminan dari kehendak Allah that will turn
out for the best.
I’ve had heartbreaks and tears because there are times I
felt like I have given my all, I have sacrificed things and prepared much, but
still it’s not enough.
Ternyata kembali lagi, setelah dikomunikasikan ke hati,
niatlah yang belum sepenuhnya lurus. Masih ada ego berbicara. Padahal there are no rooms for that
here.
Sakit se rasanya, capek. Tapi ya itu tadi. Belajar untuk
ikhlas. Let go. Percaya bahwa yang terpilih itu memang orang-orang yang terbaik
untuk ke depannya. Amanah tidak akan salah memilih tuannya kan? Memang Allah
yang paling mengerti, dan dengan ridha-Nya dipindahkanlah diri ini ke tempat
yang lebih pantas. Same things happen in life. You get rejected, you get
dumped, you don’t always get what you want. It hurts but it will turn out for
the best.
Hari ini baru saja mendapat sebuah amanah berupa selembar
kain yang merupakan buah perjuangan, bukti perjalanan berharga yang kulalui
tidak lama lalu. Berat sekali rasanya melangkah dan menggerakkan tangan untuk
mengambilnya. Tahu rasanya? Mengevaluasi diri dalam hati dan pikiran terus berkata
“Sudah pantas ta? Kamu lo masih kaya gini.” Dan dalam sekejap semua negativity
yang ada dalam diriku mengalir dari ingatan. Pikiran terasa hiruk pikuk dengan
suara bersahutan mulai dari “Belum pantes kamu jadi mbak mas”, “Di sana ae
gadipercayai ya di sini harusnya juga belum”, sampai “Tapi aku sudah menjalani
prosesnya bersama-sama angkatan, ya harusnya berhak”. Lalu ada seorang teman
yang berbicara kepada angkatan bahwa kita di sini nggak berjuang sendirian, semua
saling membantu supaya bisa menjalankan amanah ini bersama-sama. Jangan lihat
siap atau tidaknya hanya dari sisi individu, karena masing-masing dari kita mempunyai
kekurangan. Thanks to that, lumayan bisa mengusir pikiran-pikiran di kepala dan
positive thoughts mulai bermunculan. I got up the courage, berdiri dan mengambil
itu disaksikan mereka yang merupakan komponen penting dari perjalanan ini. Selama ini the thought of getting it was
always exciting, but it kinda feels unpleasant at some way, not sure whether or
not you are worthy of it.
Alhamdulillah banyak sekali pelajaran yang bisa kuambil
tahun ini. Banyak memori tercetak, banyak pengalaman terukir. Semakin banyak
kertas-kertas kecil, foto jepretan photobox, dan simbol perjalananku dari
awaal sekali tersimpan dalam “memory box”.
Jadi, buat kalian yang belum paham, sering bertanya
”Kenapa? Buat apa?”
Here’s why.
Simply for all those amazing stories to tell when I’m old
and gray, memperluas pandangan, mempersiapkan diri untuk kehidupan, sebagai bentuk kontribusi untuk almamater
tercinta. But more importantly, for all the amazing friends (family) I’ve made
along the way.
So yeah. I’d say there’s no such thing as too late (or too
early) to change, to take risks, to do things that you want to do, to be who
you want to be. No matter how it will turn out, grab it and I promise you, it will worth the struggle.
No comments:
Post a Comment